Kunjungan Dadakan

Showing posts with label DJN. Show all posts
Showing posts with label DJN. Show all posts

Friday, February 10, 2012

Undang-Undang Perfilman Tahun 2009: Ibarat Berlayar tanpa Peta

Tanggal posting 06 September 2011, dibaca 1557 kali
 
Sejak pengesahannya yang begitu tiba-tiba pada tahun 2009, Undang-Undang Perfilman telah melahirkan banyak kebingungan. Para pelaku industri film, yang notabene adalah pemangku kepentingan yang hakiki dari undang-undang ini, merasa tak diberi cukup waktu untuk mempelajari dan memberi masukan terhadap naskah undang-undang yang waktu itu tengah digarap. Lewat jentikan sekilas, tahu-tahu DPR sudah mengesahkan naskah tersebut menjadi undang-undang baru.
 
Kurangnya perhatian pada kebutuhan, saran, dan aspirasi para pembuat film tak pelak menyulut kejengkelan beberapa sineas, khususnya sineas yang sudah kenyang berjibaku dengan aturan perfilman di negeri ini. Mereka kesal pada beberapa artikel dalam Undang-Undang Perfilman yang dianggap mengekang kebebasan para sineas dalam berkarya. Dalam pernyataannya yang dimuat di The Jakarta Post (6 September 2009), Christine Hakim, salah satu aktris dan produser terkemuka Indonesia, membeberkan fakta bahwa komunitas film dan para pelakon layar lebar tak pernah dilibatkan dalam diskusi apapun mengenai Undang-Undang Perfilman. Kekesalan ini berujung pada protes yang diwarnai aksi mogok dan berbagai konferensi pers lengkap dengan petisi pedas untuk pemerintah.
 
Aura ketidaksepakatan juga melibatkan penulis skenario kawakan Salman Aristo, yang dalam wawancaranya dengan The Jakarta Post (29 Oktober 2009) menegaskan bahwa undang-undang tersebut akan sangat menghambat kreatifitas dan kebebasan berekspresi. “[draf undang-undang] ini sungguh mengerikan. Kami masih berjuang menghentikannya. Bayangkan, anda tidak bisa membuat film kalau tak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah film. Pemerintah berhak menentukan film apa yang boleh dibuat dan siapa yang boleh menggarap film tersebut. Kita juga diharuskan punya sertifikat dan cap sah dari pemerintah agar skenario kita bisa diproduksi. Pemerintah berdalih bahwa kewajiban “mengumpulkan” skenario tersebut bertujuan untuk menghindari adanya film berjudul sama yang dibuat pada waktu yang bersamaan.  Saya curiga pemerintah ingin  kembali berkuasa penuh atas kita. SBY memang tampak lebih bijak dan lembut, tapi kebijakannya sangat mengekang kebebasan berekspresi. Ini jelas peninggalan Orde Baru.”
 
Media cetak maupun elektronik kontan menyerbu para praktisi industri film, arus utama maupun arus pinggir. Para akademisi berbondong-bondong melayangkan permintaan wawancara. Usaha gigih mereka membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Disamping melahirkan berbagai analisa kritis, mereka juga menyediakan berbagai saran mengenai perumusan tata kelola yang efektif untuk kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang. 
 
Serangan gencar lewat media ini tak kurang mendapat tanggapan dari pemerintah. Pemerintah memprakarsai berbagai konferensi pers yang menegaskan bahwa Undang-Undang Perfilman tahun 2009 dibuat sebagai panduan utama dalam merangsang perkembangan industri film nasional. Pernyataan pemerintah ini didukung oleh para birokrat dan kubu-kubu tertentu dari kelompok pelaku industri.
 
Terlepas dari hiruk-pikuk tersebut, hampir semua pihak menyepakati dua hal. Pertama, mereka menyuepakati bahwa undang-undang kenegaraan sepatutnya selalu tampil sejelas dan seefektif mungkin. Kedua, mereka menyepakati bahwa Undang-Undang Perfilman tahun 2009 sama sekali bukan undang-undang yang jelas apalagi efektif.
Di sinilah letak kesukarannya. Dua tahun setelah angkat sauh melayari samudera industri, belum ada seorangpun yang mengetahui kemana industri ini akan dibawa. Semua orang masih riuh bertanya, seperti apa implementasi undang-undang yang telah dijanjikan?
 
Para pembuat film dan penegak hukum seakan berlayar dengan mata tertutup. Mereka tak tahu bagian  mana yang relevan untuk diterapkan dan mana yang tidak. Mereka bimbang menentukan aturan apa yang seharusnya mendukung undang-undang yang seperti apa. Semua bahtera sudah berlayar, tapi mereka tak ingat mau kemana. Sepanjang mata memandang, gunung es jualah yang tampak di mata. Lantas mau apa?
 
Ada baiknya menanyakan hal ini pada mereka yang sudah cukup lama menenggak asam garam lautan industri film. Apa sebenarnya undang-undang film itu? Apa gunanya? Bagian mana yang efektif dan seberapa banyak yang sudah dilaksanakan? Bagian mana yang tidak masuk akal? Kenapa?
 
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang ingin kita telusuri dalam artikel ini. Di akhir artikel anda juga bisa menengok Undang-Undang Perfilman yang tengah kita perbincangkan ini.
 
Kita akan mendengar pendapat Eric Sasono, akademisi, kritikus, dan programmer festival film. Kita juga akan mencerap tinjauan Alex Sihar, aktivis film yang sudah termasyhur militansinya. Ia turut mendirikan Yayasan Konfiden (Komunitas Film Independen) dan aktif di BPI (Badan Perfilman Indonesia), lembaga anyar bentukan pemerintah yang saat ini baru saja memulai fase strukturisasi. Alex Sihar juga mengetuai Komite Film di Dewan Kesenian Jakarta.  Sayangnya, pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Perfilman tidak bersedia memberi komentar meski telah dihubungi berulang kali.
 
Menurut Alex Sihar, efektifitas Undang-Undang Perfilman belum bisa diukur karena belum ada poin-poin yang sudah dilaksanakan. Efektifitas sebuah undang-undang, menurut Alex, baru bisa diukur ketika poin-poin tertentu sudah diimplementasikan di lapangan dan hal itu tidak kita dapati pada Undang-Undang Perfilman tahun 2009.
 
Hal senada diungkapkan Eric Sasono. “Secara umum, Undang-Undang Perfilman ini tidak realistis sebab tidak berbasis pada keadaan industri film saat ini. Saya melihat, ada tiga motif utama yang melatarbelakangi dibuatnya undang-undang ini. Pertama, untuk mengurangi monopoli distribusi dalam industri film. Kedua, sebagai alat pemerintah untuk mengklaim bahwa merekalah yang berandil dalam kemajuan perfilman nasional – yang sama sekali tidak terbukti. Ketiga, sebagai usaha untuk menerapkan sistem kuota yang sesungguhnya sangat tidak realistis. 60 persen layar bioskop bakal diharuskan menayangkan film Indonesia. Bagaimana mungkin kita bisa balik lagi ke aturan itu sementara komposisi bioskop di Indonesia sekarang sudah berubah drastis? Sistem kuota baru bisa diterapkan kalau bioskop sudah bisa berdiri sendiri tanpa menumpang di pusat perbelanjaan. Sekarang ini kan bioskop bergantung pada ruang komersil dan bukan ruang publik yang mandiri.”
 
Selain sistem kuota, kedua ahli perfilman ini juga mengomentari problematika lain di dalam Undang-Undang Perfilman.
 
Alex Sihar mengutarakan, “Undang-Undang Perfilman butuh banyak sekali mekanisme implementasi  yang memungkinkan sebuah aturan untuk bisa diterapkan. Masalahnya, hingga kini belum ada satupun mekanisme implementasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Saya tak tahu mengapa, harusnya pemerintah, dalam hal ini Direktorat Perfilman, tahu betul sebab-musababnya. Pemerintah seharusnya sudah mengeluarkan mekanisme implementasi paling lambat satu tahun setelah disahkannya undang-undang terkait, namun sampai saat ini belum keluar juga.”
 
Menanggapi hal serupa, Eric Sasono berpendapat lain. Menurutnya ada beberapa potensi yang menarik untuk dicatat, terutama menyangkut relasi Undang-Undang Perfilman dengan aktifitas film yang bersifat independen dan non-komersial. Undang-Undang Perfilman memungkinkan komunitas film independen untuk memiliki ruang gerak yang lebih luas. Meskipun pada prakteknya tidak akan seragam sebab masing-masing pemerintah daerah memiliki kebijakan yang berbeda, namun setidaknya sudah ada dukungan terhadap komunitas film yang selama ini menjadi tulang punggung pergerakan film non-komersial. Komunitas film diberi hak untuk menyampaikan aspirasi demi terwujudnya regulasi  yang bermanfaat bagi semua pihak. Untuk mewujudukan potensi itu, dibutuhkan mekanisme implementasi yang jitu. “Kalau terwujud, itu kan pluralisme besar-besaran,” tegas Eric.
 
Alex Sihar menambahkan, “Salah satu agenda dalam Undang-Undang Perfilman yang harus didukung adalah pembentukan BPI (Badan Perfilman Indonesia) sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 68 dan 69. Keberadaan BPI akan sangat membantu perkembangan industri film di Indonesia.”
 
Sebagaimana Eric, Alex juga menunjuk beberapa titik yang ia nilai tidak relevan dengan kondisi industri film di Indonesia saat ini. Pada Pasal 2 dan 3, dijelaskan bahwa pemerintah berkewajiban melindungi dan memfasilitasi setiap produksi film. Sementara pada Pasal 17 tertera bahwa pembuat film wajib melaporkan judul, isi, dan rencana produksi film kepada Kemenbudpar sebelum memulai proses produksi. Dalam konteks ini, Pasal 17 akan terdengar bertentangan dengan Pasal 2 dan 3. “Setelah saya telusuri, ternyata Pasal 17 bertujuan untuk mengindari adanya dua film berjudul sama yang dibuat pada waktu yang sama, yang menurut saya, so what? Lantas kenapa?” Cetus Alex tegas.
 
Dari uraian di atas, sangat jelas apa yang diinginkan oleh pihak yang selama ini menganggap Undang-Undang Perfilman telah salah susun. Mereka mendambakan mekanisme implementasi yang gamblang untuk memetakan arah industri film. Sebelum ke sana, ada baiknya kita mengumpulkan saran dari sebanyak mungkin pelaku industri untuk menentukan kadar relevansi dari Undang-Undang Perfilman yang (seharusnya) sudah berjalan. Tidak menutup kemungkinan, kita perlu mengubah undang-undang demi tercapainya kemaslahatan bersama.
 
Sebaliknya, para penyokong Undang-Undang Perfilman yang notabene berasal dari lembaga pemerintah bersikeras untuk tetap berkonsentrasi penuh pada masalah monopoli distribusi, sensor, perbaikan standar produksi film, serta dukungan negara kepada para pembuat film. Celakanya, mereka melakukan itu tanpa memikirkan hal-hal yang lebih mendasar yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh semua insan perfilman. Walhasil, sebagian besar pembuat film, kritikus, dan akademisi berdiri bersama menentang Undang-Undang Perfilman ini. Mereka mencemooh para birokrat yang pura-pura bijak padahal sebenarnya tengah membangun jembatan emas menuju kebangkrutan industri film nasional.
 
Terlepas dari aura negatifnya, ada satu poin dari Undang-Undang Perfilman tahun 2009 yang sudah mulai dijalankan. Poin itu adalah pembentukan Badan Perfilman Indonesia (BPI). Sebagai badan tertinggi yang sejajar dengan Direktorat Perfilman, BPI memanggul tanggung jawab yang sangat besar untuk menciptakan regulasi yang nyaman bagi industri perfilman di negara ini.
 
Selanjutnya tinggal memperjelas pembagian kerja dan tanggung jawab BPI agar efektifitas optimal bisa tercapai. Tergantung nanti bagaimana BPI dikelola, bila tata kelolanya baik, maka berkembanglah industri film. Sebaliknya, bila tata kelolanya boyak, maka menderitalah industri film. Semuanya berjalin-kelindan membentuk wajah sinema Indonesia di masa depan.
 
Sudah sepatutnya kita memberi semangat pada BPI agar bisa bertugas dengan baik di tengah ketidakberesan Undang-Undang Perfilman yang kita punyai.
 
Kami sangat mengharapkan pendapat dan sumbangsih saran dari anda tentang apa yang seharusnya kita lakukan agar Undang-Undang Perfilman bisa berjalan dengan baik. Kotak saran di bawah ini mutlak milik anda. Silakan!
 
Paul Agusta
(diterjemahkan oleh Makbul Mubarak)
- 5 September 2011
Ref.: Undang Undang Perfilman No. 33 Tahun 2009

Tuesday, January 31, 2012

Gemerlap Kota Tua Di Malam Hari

Malam itu saya bersama kawan-kawan saya mendatangi Kota Tua untuk sekedar mengabadikan kehidupan malam di kota itu. lalu  mata & lensa kamera saya tertuju di satu titik di depan gedung tua itu. banyak kerumunan anak-anak jalanan sedang bermain, tertawa, bercanda dengan riang bersama kawan-kawan mereka & sayapun melukiskan kegiatan mereka dengan cahaya yang di hasilkan kamera. terlintas dalam benak saya akan sebuah pertannyaan...
 apakah esok mereka tidak sekolah???
seharusnya jam segitu mereka berada di rumah mempersiapkan buku & materi pelajaran yang esok akan mereka gali. tapi kenapa sudah selarut ini mereka masih bermain? waktu menunjukkan pukul 22.45 apakah esok mereka tidak ke sekolah? apa kurangnya perhatian dari orangtua mereka yang membuat mereka bebas tanpa aturan? gitar & kecek-kecek mereka sejenak mereka lepaskan di letakkan begitu saja, lalu mereka membaur dengan rekan-rekan mereka. bercanda, tertawa riang melepaskan letih mereka setelah seharian mencari koin & berlembar-lembar Rp.

My Scooter


Banyak yang bilang ini hanya sebuah besi tua yang tak berarti. haha... saya hanya tertawa mendengar celotehan mereka!!!
siapa bilang dia tak berarti?

dia sangat berarti untuk saya, dia menjadi rekan yang tangguh untuk di andalkan. perjalanan menuju tempat kerja, kampus dll dia sanggup memuaskan adrenalinku di jalanan, tangguh di segala medan.

suara bagaikan pesawat capung. ya.. karna disain mesin di adopsi dari mesin pesawat. betapa bangganya saya memiliki dia. Vebi (Vespa Biru) jantung hatiku kau akan kujaga sampai nanti sampai mati!!!
tak akan terganti tetap di satiku sayang.
GOD BLESS...!!!

Monday, January 30, 2012

Wanita Ini

Semua tidak terduga tapi semua itu tidak terjadi begitu saja, ada masa & ada prosesnya entah membutuhkan waktu yang panjang atau singkat.
wanita inilah yang menjadi sumber inspirasi saya setelah mama saya.

MACET !

Ini adalah sebagian potret kemacetan di rusa jalan Kota Jakarta. saya berdiri dari atas jembatan layang & mengarahkan lensa kamera saya menuju jalan tol jagorawi, jalan tol saja kena macet gimana ruas-ruas jalan lainnya??? 

kepedulian pemerintah memang ada, tapi tindakan yang mereka ambil tidak semua benar. seperti proyek pembuatan MONORAL.
tidak berjalan sebagaimana mestinya, hanya tiang-tiang monorail yang setengah jadi  saja yang di pamerkan. itu bagaikan sampah pinggirjalan yang akan abadi sampai mati! lagi-lagi pemborosan anggaran terjadi. mereka para petinggi negara tidak merasaka, bagaimana rasanya berada di tengah-tengah kemacetan.
gimana mereka mau merasakan... toh mereka adalah RAJA JALAN!!! mereka bisa memecah barikan kendaraan dengan pengawalan dari Om Polisi yang membunyikan sirene mereka. terbuang sia-sia waktu dan BBM  karna kemacetan, apa "mereka" merasakan penderitaan rakyat yang terjebak macet? mana tanggung jawab mereka?

Sumber Foto Tiang Monoral: Subiakto.wordpress.com

Sunday, January 29, 2012

Taman Kota

Taman kota banyak yang bilang & berpendapat bahwa fungsi taman kota adalah sebagai penghijau sekaligus paru-paru kota. ini adalah potret taman Kota Jakarta, yang saya abadikan di daerah Halim Perdana Kusuma Jaktim. indah ya... sepertinya begitu, warga sekitar biasa joging ataupun berjalan santai bersama keluarga atau rekan-rekan mereka. fungsi taman cukup berjalan sesuai dengan fungsinya.

Tapi tidak semua taman kota di jakarta berfungsi sebagaimana mestinya, ada yang di salah gunakan. satu contoh:
~taman di gunakan untuk tempat tinggal para gelandangan~

perhatian pemerintah setempat tak ada artinya! mereka hanya di jaring oleh PP lalu di data & di lepaskan kembali. mereka tidak mendapat arahan yang pasti & di lepas begitu saja tanpa ada bekal atau arahan yang dapat merubah mereka.

para gelandangan itupun kembali ke zona nyaman mereka, tak- lama berselang di jaring lagi. ah! itu bagaikan rantai kehidupan yang tak akan terputus apa bila tidak ada solusi & musyawara secara inten antara pemerintah setempat & para gelandangan.

ada beberapa pergerakan yang mau peduli dengan kehidupan mereka. tapi tidak semua pergerakan itu bisa merangkul keseluruhan, mungkin hanya di beberapa titik saja. lalu titik-titik lainnya siapa yang mau merangkul??? PEMERINTAH??? entahlah, mungkin iya mungkin saja tidak. pemerintah akan bergerak jika titik itu sudah di liput oleh media ataupun mendapat sebuah tekanan dari beberapa kalangan saja. kalau tidak apa mereka mau buka mata & merentangkan tangan mereka?

Dikala Senja Di Kota Jakarta

  Siang itu jakarta begitu panas entah kenapa ??? mungkin pintu neraka sedikit terbuka. saat itu saya sedang bekerja di kota itu, kota dimana saya di lahirkan & di besarkan. 
   hari itu saya sedang libur kerja merasa bosan seharian di rumah tanpa ada aktifitas, sayapun memutuskan untuk berputar-putar bersama scooter tercinta saya. 
   saat ingin beranjak meninggalkan rumah, mata saya tertuju ke kamera saku haha... gak pakai pikir panjang kamerapun langsung masuk ke saku celana. mesinku nyalakan rodapun berputar.
   berkeliling bersama Vespa tercinta membuat hati terasa tenang.


   Memandangi tiap sudut jalan & sayapun terkesima dengan awan senja yang begitu cantik menurut saya. tak mau kehilangan momen sayapun langsung melukiskan langit senja itu dengan cahaya kamera.
   oh mama! cantiknya langit sore itu. tapi tak secantik kehidupan di tiap sudut jalan Kota Jakarta yang penuh dengan kecacatan & tanpa perawatan dari yang seharusnya di rawat,merekapun terabaikan.

Latihan Flag Football

Setiap Hari Rabu pukul 15.00 WIB & Hari Minggu pukul 07.00 WIB saya bersama kawan-kawan komunitas Flag Football Malang biasa latihan di Lapangan Rampal.

dari yang namannya gerimis, becek, sampai panas-panasan di lapangan itu sudah menjadi sahabat kami dikala latihan. cukup banyak cerita yang tertuan dalam pergerakan saya dalam komunitas itu ya walau baru beberapa pekan saya menampakkan batang hidung saya tapi rasanya seperti sudah puluhan tahun memasuki komunitas itu. haha... sedikit berlebihan cerita saya! tapi itulah yang saya rasakan saat ini.


Posisi yang saya pilih dalam permainan adalah sebagai WR atau Wide Receivers. 
Saya menjadi  penerima bola yang dilempar oleh QB. WR,biasanya memiliki Pass Routes untuk dia ikuti dan sebagai rute dia untuk menerima bola, seperti Slant In/Out, Deep, Quick In/Out, & Button Hook.

sebuas posisi pemain yang sangat menarik untuk saya. dimana kecepatan berlari, kelincahan tubuh & insting yang tepat untuk menerima bola yang di lempar oleh QB (Quarter Back), rasanya bagaikan sedang bercinta dikala saya sedang latihan. rasa cinta & sayang menjadi satu. OH MOM! I LOVE FLAG FOOTBAL...!!!


DEVANIA

Wednesday, January 25, 2012

TUGU BUNDAR

  Begitu indah pesona tempat ini air mancur, kicauan burung, tanaman teratai menghiasi tugu ini. cukup banyak cerita antara saya & dia yang sudah kami tuangkan di tempat ini. dari rasa kesal, benci, amarah, sampai rasa cinta tertuang di tugu yang indah ini. tempat ini menjadi memori kenangan yang mungkin tak akan bisa terhapus.tak lupa awal kami berjumpa di tugu ini kami juga membicarakan sejarah berdirinya tugu ini & filosofinya. mendengar cerita dari nona cantik itu membuat jantung saya berdebar-debar, begitu pintarnya dia & begitu manisnya dia. 
~Vania M Wb~ itula nama nona yang mencuri hati saya & wanita yang sudah menggoreskan cerita indah di Tugu Bundar Malang.

Satu Formasi

Formasi pertandingan American Footbal
bisa di pakai di pertandingan Flag Football juga...

Siapa sangka???

   Saya tidak menyangka wanita asing itu sekarang menjadi bagian dari hidup saya ini. berawal dari pertemuan yang kami lakukan yang tidak kami rancang tetapi perrtemuan itu di rancang oleh seorang teman kami. Itupun karna ada sebuah proyek yang akan kami bicarakan. 
   Berawal dari situ kami mencoba menjalin sebuah relasi pertemanan, sampai beberapa kali pertemuanpun masih terasa alot.Sampai satu ketika diapun menawarkan saya untuk makan siang berdua. Tawaran menarik untuk anak kost seperti saya karna dia yang teraktir.
   Di meja makan itu mata kami saling memandang & memulai obrolan kami sembari menunggu makanan yang lami pesan. Ada kesamaan pemikiran saat kami membuka sebuah topic pembicaraan. Ya… ternyata wanita asing ini tidak membosankan.satu bulan  kami sering makan siang bersama dari aktifitas itulah kami sering berjumpa & mulai tumbur perasaan saya kepada dia.
    Hari berganti, minggu terlewati & bulanpun berganti rasa sayang itu semakin besar saat saya rasakan. Oh man! Tak ku sangka akan terjadi seperti ini? akhirnya kami saling saying & kami saling bertumbuh dalam kehidupan ini.

Monday, January 9, 2012

BAYANGMU DI TUGU BUNDAR

  Sore itu pukul 15.45-17.00 gw berada di Tugu Bundar melepas kerinduan yang ada dalam hati, kepada seoran nona manis itu. ya rasa jenuh di kamar berjam-jam di kamar kos setelah bangun tidur di tambah rasa rindu yang membara. gw memutuskan keluar kost & beranjak menuju Tugu Bundar langit sangat gelap tak ada setitikpun sinar matahari yang mengiringi kepergian gw menuju Tugu, tak ada rasa cemas akan guyuran hujan sayapun terus melaju dengan scooter kesayangan gw.
  
 Di dalap perjalanan saya bertannya dalam hati (kenapa saya harus ke tugu itu???) jawabnya adalah, utuk berjumpa dengan bayang nona itu. Bayang dia sangat melekati di situ. Tapi? Kenapa gw gak ngajak dia  tuk berjumpa? Hemmm… karna kesibukan dia ya itu yang membuat kita tak bisa berjumpa & gw  enggan tuk menggangu aktifitasnya.

 Gw pun memutuskan untuk ke tugu, oh man!!! Sesampainy gw di tugu betapa leganya hati ini gw. menikmati suasana & bayang dia di tugu ini. Tersenyum dalam hati & berkata Terimakasih Tuhan untuk kesempatan yang indah yang telah Tuhan berikan kepada saya.
  
 Memandang ke kanan & ke kiri gw terkejut, ternyata banyak sepasang kekasih yang sedang melepas rindu di tempat ini. aaahh!!! Sambil mengkepalkan tangan gw cuma bisatertunduk lemas, tak lama kemudian gw memandangi satu kursi yang dulu pernah gw dudukin bersama dia sembari tersenyun serasa ada yg melambai dari kursi itu & seperti mengajak gw tuk menempati tempat itu.
  
 Tapi gw sadar itu Cuma halusinasi gw doing ya Cuma ada baying dia di tempat itu. Betapa nyata dia! Tapi gw gak bias menyentuh dia karna itu  hanya sebuah baying yang semu. Tapi terasa begitunyata. Hahaha….

Sunday, January 8, 2012

Pedana Latihan Flag Football

 Flag Football!!! Sudah lama saya mengkagumi olahraga ini & rasa ingin mencobanya selalu ada tapi belum ada wadah yang bisa menampung semua rasa itu, seiring berjalannya waktu. saya menemukan akun komunitas Flag Football di twitter, ya dan akhirnya saya memutuskan untuuk mencari info tentang komunitas itu & tang mau kelamaan mikir sayapun memutuskan ikut bergabung di komunitas Flag Footbal Malang.
 pertama kali ikut latihan ada sesuatu yang menyenangkan dari keramahan kawan-kawan FFOOTBALMALANG setelah di lapangan tak mau hanya berdiam diri saya langsung ganti pakaian, melakukan pemanasan lanjut ke materi pelatihan dasar, semua posisi dalam pertandingan suda saya coba akhirnya saya memilih menjadi.
 Wide Receivers (WR)
(Sang penerima bola yang dilempar oleh QB. WR,biasanya memiliki Pass Routes untuk dia ikuti dan sebagai rute dia untuk menerima bola,seperti Slant In/Out,Deep,Quick In/Out,dan Button Hook) 
 hahaha... awal menjadi WR saya mendapatkan hadiah serudukan dari lawan saya, saya lupa siapa nama dia yang telah membuat memar di tulang badian dada saya. tak mau ambil pusing saya lanjut menikmati permainan itu. oh man!!! haruskah saya  berkata CINTA pada olahraga itu??? hahaha....

Saturday, November 26, 2011

Tidak Mudah...!!!

Dunia Politik yang semakin tidak jelas tujuannya membuat saya terdorong untuk mempelajari ilmu politik. tidak mudah untuk mendalaminya apalagi melakukannya, panas-dingin, naik-turun saya mencoba untuk mendalaminya sampai terkadang rasa jenuh & muak itupun muncul. tapi saya tidak mau berhenti di awal. belum ada sesuatu yang berarti yang saya lakukan. ini bukan sebuah undian yang ada istilah untung-untungan, tapi ini PERJUANGAN...!!! jiwa muda membara darah revolusi mengalir. terdengar suara penderitaan karna ulah mereka, bukan saya sok mau jadi super hero. atas dasar KASIH saya akan berjuang tuk mempelajarinya & mencoba membuat sebuah perubahan kecil.
 

KALA KESETIAAN TAK LAGI DIHARGAI

Terkadang hidup dinegeri yang katanya penuh keramahan&persaudaraan kian hari kian kehilangan makna,Pejuang tak laku disini,ketulusan tak pun dapat Aplaus yg pantas,Sementara orang pintar nafsu kekuasaan malah dirangkul jadi teman.
Yang setia menjaga,jangan mimpi dapat harga tapi kalau pintar tak perduli jiwanya ingat akan sesama maka kesempatan lebar terbuka.Para pahlawan,Pejuang adalah manusia juga,tanggung jawab mereka bukan hanya pada bangsanya tapi kan..”juga pada kelangsungan Agama serta keluarganya.
Dulu mereka gak pakai Ijazah untuk turut mengabdi,tak jua berfikir akan dapat tanah seluas pertikan,mereka tulus namun bila mereka tersungkur jatuh dan mengaduh..”adalah manusiawi namanya tapi Anehnya..akan ada suara sumbang “Pejuang itu harusnya kan Ikhlas tanpa imbalan”disinilah..saya rasa dangkalnya Nurani penilaian itu.Apakah krn Mereka ikhlas lantas mereka tak pantas memelas?tak berhak mengaduh?kala mereka jatuh?
Mungkin Kisah Pemikul Tandu Jenderal Sudirman Yang Terlupakan itu bisa kita jadi renungan bahwa mereka bukan nabi atau Superman yang tak boleh cengeng.
Mereka Hidup Miskin Para pemikul tandu Jenderal Soedirman Anda mungkin tak akan lupa foto yang ada di buku sejarah. Kalau melihat gambar hitam putih ada orang ditandu, kita langsung berpikir. Jederal Sudirman. Kini tandu tersebut diabadikan di museum Museum Satria Mandala tandu itu kini di museum Museum Satria Mandala Lalu bagaimana dengan nasib para pemikul tandunya? Berikut tulisan tentang nasib mereka yang saya ambil dari malangraya.web.id Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia memang takkan pernah dilupakan rakyat. Akan tetapi, tak banyak sosok pejuang yang bisa diingat rakyat. Djuwari (82 tahun), barangkali satu dari sekian banyak pejuang yang terlupakan. Kakek yang pernah memanggul tandu Panglima Besar Jenderal Soedirman itu, kini masih berkubang dalam kemiskinan. Tepat pada peringatan proklamasi 17 Agustus, Malang Post berusaha menelusuri jejak pemanggul tandu sang Panglima Besar. Djuwari berdomisili di Dusun Goliman Desa Parang Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri, kaki Gunung Wilis. Kampungnya merupakan titik start rute gerilya Panglima Besar Sudirman Kediri-Nganjuk sepanjang sekitar 35 km. Dari Malang, dusun Goliman bisa ditempuh dalam waktu sekitar empat jam perjalanan darat. Kabupaten Kediri lebih dekat di tempuh lewat Kota Batu, melewati Kota Pare Kediri hingga menyusur Tugu Simpang Gumul ikon Kabupaten Kediri. Terus melaju ke jurusan barat, jalur ke Dusun Goliman tak terlalu sulit ditemukan. Sejam melewati jalur mendaki di pegunungan Wilis, Malang Post pun tiba di pedusunan yang tengah diterpa kemarau. Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman memang sangat jauh dari keramaian kota. Titik start gerilya berada di kampung yang dikepung bukit-bukit tinggi dan tebing andesit. “Inggih leres, kulo Djuwari, ingkang nate manggul Jenderal Soedirman, sampeyan saking pundi?” kata seorang kakek yang tengah duduk sambil memegang tongkat di sudut rumah warga Dusun Goliman. Djuwari Melihat sosok Djuwari tak nampak kegagahan pemuda berumur 21 tahun yang 61 tahun lalu memanggul Panglima Besar. Namun dipandang lebih dekat, baru tampak sisa-sisa kepahlawanan pemuda Djuwari. Sorot mata kakek 13 cucu itu masih menyala, menunjukkan semangat perjuangan periode awal kemerdekaan. Sang pemanggul tandu Panglima Besar itu mengenakan baju putih teramat lusuh yang tidak dikancingkan. Sehingga angin pegunungan serta mata manusia bebas memandang perut keriputnya yang memang kurus. Sedangkan celana pendek yang dipakai juga tak kalah lusuh dibanding baju atasan. Rumah-rumah di Dusun Goliman termasuk area kediaman Djuwari tak begitu jauh dari kehidupan miskin. Beberapa rumah masih berdinding anyaman bambu, jika ada yang bertembok pastilah belum dipermak semen. Sama halnya dengan kediaman Djuwari yang amat sederhana dan belum dilengkapi lantai. “Sing penting wes tau manggul Jenderal, Pak Dirman. Aku manggul teko Goliman menyang Bajulan, iku mlebu Nganjuk,” ujar suami almarhum Saminah itu ketika ditanya balas jasa perjuangannya. Dia bercerita, memanggul tandu Pak Dirman (panggilannya kepada sang Jenderal) adalah kebanggaan luar biasa. Kakek yang memiliki tiga cicit itu mengaku memanggul tandu jenderal merupakan pengabdian. Semua itu dilakukan dengan rasa ikhlas tanpa berharap imbalan apapun. Sepanjang hidupnya menjadi eks pemanggul tandu Soedirman, keluarga Djuwari beberapa kali didatangi cucu Panglima Besar. Pernah suatu kali diberi uang Rp 500 ribu, setelah itu belum ada yang datang membantu. Pemerintahan yang cukup baik kepadanya adalah pada zaman Soeharto, sesekali dia digelontor bantuan beras. “Biyen manggule tandu yo gantian le, kiro-kiro onok wong pitu, sing melu manggul teko Goliman yaiku Warso Dauri (kakak kandungnya), Martoredjo (kakak kandung lain ibu) karo Djoyo dari (warga Goliman),” akunya. Perjalanan mengantar gerilya Jenderal Soedirman seingatnya dimulai pukul 8 pagi, dengan dikawal banyak pria berseragam. Rute yang ditempuh teramat berat karena melewati medan berbukit-bukit dan hutan yang amat lebat. Seringkali perjalanan berhenti untuk beristirahat sekaligus memakan perbekalan yang dibawa. “Teko Bajulan (Nganjuk), aku karo sing podho mikul terus mbalik nang Goliman. Wektu iku diparingi sewek (jarit) karo sarung,” imbuhnya. Ayah dari empat putra dan empat putri itu menambahkan, waktu itu, istrinya (sudah dipanggil Tuhan setahun lalu) amat senang menerima sewek pemberian sang Jenderal. Saking seringnya dipakai, sewek itupun akhirnya rusak, sehingga kini Djuwari hanya tinggal mewariskan cerita kisahnya mengikuti gerilya. “Pak Dirman pesen, urip kuwi kudu seng rukun, karo tonggo teparo, sak desa kudu rukun kabeh,” katanya. Dari empat warga Dusun Goliman yang pernah memanggul tandu Panglima Besar, hanya Djuwari seorang yang masih hidup. Putra Kastawi dan Kainem itu masih memiliki kisah dan semangat masa-masa perang kemerdekaan. Ketika ditanya soal periode kepemimpinan Presiden Soekarno hingga SBY, Djuwari dengan tegas mengatakan tidak ada bedanya. 



sumber:

Posted from WordPress for Android

Wednesday, August 31, 2011

Welcome September

yiiihha...!!! awal bulan :) ya..ya..ya..

Mengucap Syukur untuk 1 kesempatan lagi yang telah di berikan Tuhan, Bulan Agustus yang penuh dengan Tawa, Canda, suka, duka & masih banyak lagi rasa yang tertuang di bulan itu.
kini telah terlewatkan, skarang mencoba untuk membuka lembaran baru, rancangan hidup yang baru, pemikiran baru dengan naskah, skenario, seting yang baru tapi dengan aktor yang sama. yaitu, saya...!!! & pemeran-pemeran yang lama ataupun yang baru yang akan bermain dalam kehidupan saya di bulan ini.

etah semua ini akan berjalan sesuwai dengan harapan saya atua tidak. kembali saya serahkan kepada Tuhan. Saya boleh merencanakan segala sesuatunya tapi biarlah Tuhan yang menentukan nantinya. hanya bisa berusaha & tetap tekun dalam Doa agar semua rencana di bulan ini senantiasa dibimbing oleh-Nya.

~GOD BLESS~

Friday, August 26, 2011

Perjuangan Untuk Kuliah

 Ketika ada keinginan untuk kuliah, saya mencoba mendaftar di PTN UB Malang & Unila Lampung melalui jalur SNMPTN. persiapan sebelum SNMPTN saya mencoba untuk mengikuti Bimbel selama 1 bulan. dan akhirnya SNMPTN pun tiba dengan bekal 1 bulan Bimbel saya mencoba mengerjakan semua soal-soal itu.
 penantian yang cukup panjang pun tiba, hasil SNMPTN keluar 1 bulan kemudian saya hanya bisa berharap & terus berdoa. tapi apa yang terjadi ? kegagalan pun saya rasakan kecewa & terpuruk melanda diri saya. tidak mau terpuruk terlalu lama kembali saya memutar otak, ISI Jogja !!! haha... Universitas itu menjadi target saya selanjutnya.
 tapi apa yang terjadi lagi itu di luar dugaan saya beberapa hari sebelum test saya terbaring di RS. aaahh... Stres melanda diri ini, sayapun bertanya-tanya di dalam hati (Tuhan kenapa Tuhan tidak membukakan jalan untuk saya bisa dapatkan PTN ???) kembali saya mencoba bangkit... akhirnya saya mendaftar di Universitas Swasta di kota Malang.
 dengan rasa kecewa & terluka karna kegagalan mendapatkan PTN. tapi sekarang saya menggerti apa maksud & tujuan Tuhan, Dia mau dimanapun kita di letakkan Tuhan kita harus mensyukurinya. pasti ada sesuatu yang indah nantinya. saat ini sayapun menikmati pemberian Tuhan karna kesempatan emas untuk menikmati pendidikan ini tidak mudah untuk saya dapatkan. 

# Syukurilah & jalanilah dengan Iman, apa yang sudah Tuhan berikan kepada Kita #